Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR. Ahmad)

Friday, January 6, 2023

Makna Syukur


Bukan berarti tidak bersyukur tatkala seorang memilih makanan lain dari pada makanan yang telah dihidangkan. Karena Nabi pernah tidak memilih untuk memakan makanan yang dihidangkan karena Nabi tidak menyukainya dan perbuatan Nabi tersebut tidak dicela oleh Allah Ta'ala. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits,

مَا عَابَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَعَامًا قَطُّ إِنْ اشْتَهَاهُ أَكَلَهُ وَإِنْ كَرِهَهُ تَرَكَهُ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mencela makanan sekali pun. Apabila beliau berselera (suka), beliau memakannya. Apabila beliau tidak suka, beliau pun meninggalkannya (tidak memakannya).” (HR. Bukhari no. 5409 dan Muslim no. 2064)

Bukan berarti tidak bersyukur seorang yang menginginkan pindah dari tempat tinggalnya saat ini, mencari tempat tinggal yang lebih nyaman. Karena sahabat nabi pernah memilih pindah dari Makkah menuju ke habasyah, sedang pada saat itu Nabi ada di Makkah. Dan Nabi mengizinkannya.

Karena pengertian syukur dalam agama, adalah sebagaimana yang dijabarkan oleh Ibnul Qayyim,

الشكر ظهور أثر نعمة الله على لسان عبده: ثناء واعترافا، وعلى قلبه شهودا ومحبة، وعلى جوارحه انقيادا وطاعة

“Syukur adalah menunjukkan adanya nikmat Allah pada dirinya. Dengan melalui lisan, yaitu berupa pujian dan mengucapkan kesadaran diri bahwa ia telah diberi nikmat. Dengan melalui hati, berupa persaksian dan kecintaan kepada Allah. Melalui anggota badan, berupa kepatuhan dan ketaatan kepada Allah” (Madarijus Salikin, 2/244).

Jadi makna syukur yang sebenanarnya adalah mengakui akan nikmat pemberian Allah atau taqdir yang Allah telah tetapkan dengan memuji-Nya _"Alhamdulillah"_, serta tidak mencelanya dan mewujudkannya dengan ketaatan kepada-Nya (Allah).

Karena lawan dari syukur adalah kufur nikmat, yaitu enggan menyadari atau bahkan mengingkari bahwa nikmat yang ia dapatkan adalah dari Allah Ta’ala. Semisal Qarun yang berkata,

إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِي

“Sungguh harta dan kenikmatan yang aku miliki itu aku dapatkan dari ilmu yang aku miliki” (QS. Al-Qashash: 78).

Dan mencaci nikmat tersebut. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,

والذي ينبغي للإنسان إذا قدم له الطعام أن يعرف قدر نعمة الله سبحانه وتعالى بتيسيره وأن يشكره على ذلك وألا يعيبه إن كان يشتهيه وطابت به نفسه فليأكله وإلا فلا يأكله ولا يتكلم فيه بقدح أو بعيب

“Yang hendaknya dilakukan oleh seseorang jika dihidangkan makanan adalah menyadari besarnya nikmat Allah Ta’ala kepadanya dengan memudahkannya (mendapatkan makanan) dan juga bersyukur atasnya. Dan seseorang hendaknya tidak mencela makanan tersebut. Jika dirinya berselera dan senang (suka) terhadap makanan tersebut, hendaklah dimakan. Jika tidak, maka tidak perlu dimakan, dan tidak mengomentari makanan tersebut dengan komentar yang berisi celaan dan hinaan.” (Syarh Riyadhus Shalihin, 1; 817)

Inilah maknya syukur yang sebenarnya. Maka jadilah kita hamba yang bersyukur terhadap apa yang Allah telah tetapkan dan apa yang Allah telah berikan. Barokallahufikum


0 comments:

Post a Comment